Selong, Gempar – Musyawarah Antar Desa (MAD) II yang sudah terintegrasi
dengan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Kecamatan pada 14
Pebruari lalu meninggalkan beberapa hal penting yang patut untuk menjadi bahan evaluasi
bersama terutama bagi para peserta yang merupakan utusan dari masing – masing desa.
Metode yang diterapkan oleh program (PNPM-red) dalam
pengambilan keputusan (untuk menentukan kegiatan yang akan didanai) pada
prinsipnya sangat mengedepankan unsur sosial kemasyarakatan. Hal ini tercermin
dari proses musyawarah yang merupakan proses awal yang wajib dilalui oleh semua
utusan desa (peserta musyawarah) yang hadir dalam MAD tersebut.
Namun hal ini cukup sulit dilakukan, walaupun kelihatannya
cukup mudah dan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi masyarakat. Akan tetapi
tingginya ego dari masing – masing desa yang mengajukan usulan kegiatan,
menyebabkan cara ini selalu gagal ditempuh.
Secara umum, di semua kecamatan mengalami hal yang sama.
Cenderung pengambilan keputusan dilakukan dengan voting (pemungutan suara).
Semua desa tidak ada yang mau mengalah, selalu ingin diprioritaskan. Oleh
karenanya proses musyawarah umumnya mengalami deadlock.
Badan Koordinasi Antar Desa (BKAD) selaku panitia akhirnya
harus melakukan voting (pemungutan
suara) untuk melakukan perangkingan terhadap seluruh program yang diusulkan
oleh masing – masing desa.
Pada tahun – tahun sebelumnya hal ini tidak menjadi masalah,
karena jumlah dana yang tersedia mampu meng-cover
semua desa yang ada. Namun tingginya aspirasi untuk melakukan pemekaran desa, menimbulkan
masalah baru yang membutuhkan tindakan yang bijaksana.
Tentu dengan rela hati beberapa desa harus siap untuk tidak kebagian
jatah dari PNPM-MP. Hal ini diketahui dari hasil voting yang dilakukan,
beberapa desa ada yang mendapat lebih dari 1 kegiatan. Namun ada juga desa yang
sama sekali tidak mendapat apa – apa, tanpa melihat apakah itu desa baru atau
desa lama (induk).
Hal tersebut merupakan realita hasil pilihan yang harus
diterima. Hanya saja, yang perlu garis bawahi dalam MAD tersebut yakni proses
awal pada tahapan musyawarah, peserta sepertinya kurang serius untuk
mengikutinya dan cenderung memilih proses voting. Pada akhirnya semua peserta
mencoba untuk bermusyawarah sesuai kelompok yang sudah ditetapkan, namun tak
jua berujung alias deadlock karena
masing – masing bertahan dengan usulannya.
Kondisi ini kemudian segera disikapi oleh panitia untuk
melakukan voting. Melalui voting inilah diketahui adanya beberapa desa yang
tidak masuk dalam prioritas, sementara di satu sisi ada juga desa yang mendapat
lebih dari satu kegiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar